Senin, 31 Mei 2010

Koperasi, Badan Usaha Paling Sesuai Syariah dan UUD

Sebagian kalangan saat ini menginginkan amandemen ke Lima dari UUD 45. Namun amandemen tersebut diharapkan dapat dilakukan dengan lebih tertata dan terkonsep dengan baik. Hal ini diinginkan karena susunan dan bentuk UUD saat ini seakan 'amburadul' dan tanpa konsep yang menyeluruh. Keinginan tersebut dilakukan dengan melaksanakan apa yang disebut dengan restorasi UUD 45 yaitu suatu upaya mengembalikan UUD sesuai dengan konstruksi semula dengan pemikiran bahwa UUD dasar merupakan suatu rangkaian pemikiran ketatanegaraan dalam pengelolaan sistem ketatanegaraan sehingga membacanya harus secara lengkap yaitu dari pembukaan, batang tubuh dan penjelasan. Dengan mengembalikan seluruh UUD seperti dalam UUD 45 yang asli diharapkan didapatkan benang merah tentang spirit tentang bagaimana sistem ketatanegaraan di negara ini dikelola. Sedangkan terhadap perubahan dan atau penambahan pasal- pasal untuk mengakomodir kepentingan dan perkembangan masyarakat dilakukan dengan menambahkan lampiran sebagai bagian bentuk respon UUD dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berkonstitusi.
Sejalan dengan pemikiran tersebut maka penataan kembali sistem ekonomi kita adalah suatu keharusan.Upaya penataan kembali sistem ekonomi kita tersebut dari kacamata kajian ekonomi syariah adalah menghidupkan kembali peran sentral dari koperasi. Karena itu kita sangat mendukung adanya upaya mengutamakan perkembangan koperasi dalam badan hukum ekonomi karena badan hukum yang dikenal dalam UUD sebelum amandemen hanyalah koperasilah. Oleh karena itu maka badan hukum lainnya selain koperasi pada hakekatnya inkonstitusional. Karena kondisi tersebut maka kaum yang membutuhkan payung atas badan usaha lainnya mengajukan amandeman dengan ditambahkannya ayat (4) dari UUD yang sekarang ini dengan konsep demokrasi ekonomi(untuk mengakomodir bentuk usaha PT, CV warisan Belanda).
Kenapa sebenarnya koperasi adalah satu-satunya lembaga yang sesuai dengan konsep ekonomi syariah adalah bahwa setiap manusia pada hakekatnya dihadapan Tuhan mempunyai tugas dasar yang sama yang seharusnya ditopang oleh kemampanan ekonomi dasar yang sama. Karena setiap manusia di hadapan Allah mempunyai tugas dasar yang sama yaitu Syahadat, Sholat dan Puasa. Sedangkan kewajiban lainnya bergantung pada kemampuan yang dimilikinya. Sangat simpel barangkali sebagai contohnya namun demikianlah adanya letak keadilan Islam. Sehingga ekonomi syariah yang diwujudkan dalam koperasilah yang konsisten menerapkan dalil one man one vote dari setiap pengambilan keputusan suatu badan usaha sehingga kepemilikan sharing modal yang besar tidak secara langsung menjadikan seseorang menguasai pengambilan keputusan suatu badan usaha. Praktek ekonomi yang tidak mengindahkan model koperasi dalam perekonomian telah mengakibatkan penumpukan perekonomian dikuasai oleh segelintir orang. Laporan terakhir kekayaan 150 orang di Indonesia saat ini sebesar 550 triliun rupiah jauh diatas belanja seluruh kementerian/lembaga termasuk seluruh anggaran membangun seluruh jalan, belnaja persenjataan, biaya aparatur yang tahun 2010 ini belanja K/L hanya sebesar 300 triliun.Dengan adanya bentuk badan usaha yang tidak sejalan dengan koperasi mengakibatkan dominasi seseorang dalam suatu perusahaan dengan apa yang dinamakan mekanisme akuisisi, merger dsb mengakibatkan penumpukan kekayaan seseorang berlipat-lipat. Hal ini semakin didukung dengan adanya sistem riba baik pada pasar uang maupun pasar modal. Sehingga kekayaan seseorang dapat bertahan tidak hanya tujuh turunan tapi tujuh turunan ditambah delapan tanjakan pun masih utuh.

Minggu, 30 Mei 2010

Utang Luar Negeri dan Kebijakan Transportasi

Beberapa hari yang lalu harian Umum Republika menyampaikan berita tentang posisi hutang kita saat ini yang telah mencapai 1600 triliun rupiah. Hutang tersebut meliputi hutang dalam negeri dan luar negeri. Meski pembedaan jenis hutang tersebut dalam kategori hutang luar negeri dan dalam negeri untuk kondisi saat ini terasa kurang relevan karena dengan sistem perdagangan saat ini maka jual beli surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah dalam bentuk rupiah pun dapat dengan mudah dilakukan oleh investor asing (menjadi pinjaman luar negeri). Yang menarik dari profil utang kita tersebut adalah komposisi utang kita yang ada saat ini sekitar 50% berasal dari negeri Jepang. Apa kaitan dengan kebijakan transportasi?

Beberapa waktu lalu pemerintah (PT KAI) telah memberhentikan operasional Kereta Api Parahayangan Jakarta – Bandung dengan alasan besarnya kerugian yang dialami oleh PT KAI. Ketika pemberhentian ini dilakukan pada hakaketnya kita sedang menyiapkan salah satu permasalahan besar di masa mendatang yaitu berupa kemacetan Jakarta Bandung. Mungkin hal tersebut sangat berlebihan untuk saat ini, tapi hal itu bisa terjadi beberapa tahun yang akan datang kalau kebijakan transportasi kita tetap seperti saat ini. Sejatinya penutupan transportai publik karena alasan kerugian adalah suatu yang sangat ironi. Karena prinsip dasar dari kebijakan publik adalah bahwa barang publik harus disubsidi sedangkan barang private harus dikenai pajak. Bangsa ini tidak berusaha menyelesaikan masalah secara menyeluruh sehingga tanpa disadari kebijakan yang parsial terkait transportasi mengakibatkan kerugian yang lebih besar. Telah disadari bersama puluhan triliunan rupiah yang diderita bangsa ini karena adanya tragedi kemacetan yang diderita oleh rakyat Indonesia di kota-kota besar. Kemacetan telah mengakibatkan banyak hal yaitu naiknnya biaya produk, turunnya produktifitas bangsa, turunnya daya saing, polusi dsb. Namun hal ini tidak disadari untuk diselesaikan secara menyeluruh termasuk dibiarkannya proses penghentian Kereta Api Parahayangan karena alasan rugi. Sejatinya di negara maju, Jepang sebagai contoh, masyarakat demikian dimanjakan dengan fasilitas transportasi publik yang demikian murah dan nyaman sedangkan untuk kendaraan pribadi demikian mahal karena Jepang dan negara maju lainnya konsisten dengan prinsip diatas (barang publik disubsidi).
Kembali ke utang luar negeri. Kebijakan utang luar negeri mengakibatkan bangsa ini telah kehilangan kemandiriannya bahkan untuk mengambil keputusan yang menyangkut kebijakan transpostasinya. Mungkin sebuah kebetulan atau tidak tapi kalau kita perhatikan bagaimana proses pembangunan jalan tol dilakukan dengan demikian cepat karena di dalamnya terdapat pembiayaian dari hutang luar negeri. Disamping itu negara lender diuntungkan dengan kebijakan pinjaman yang dilakukan Indonesia kepada mereka termasuk penyiapan kepada jalan bagi produk otomotif buatan Jepang.
Percepatan pembangunan jalan tol tersebut sangat ironis jika dibandingkan dengan upaya kita dalam membangun sarana bagi transportasi masal misalnya : jalan kereta api, bus way, monorail dsb. Jangankan untuk membangun yang baru untuk memelihara yang adapun bangsa ini seakan enggan. Padahal Belanda sebenarnya sudah sangat visioner dengan membangun jaringan rel kereta ke hampir seluruh daerah di pulau Jawa dan Sumatera, namun saat ini jaringan tersebut rusak dan tidak terpelihara.

Melihat fenomena komposisi hutang kita dan kebijakan kita dalam menangani transportasi tersebut wajar kiranya apabila muncul dugaan suudzon bahwa kebijakan transportasi kita telah ’disetir’ (dijajah) oleh negara yang telah berkontribusi besar kepada pinjaman kita. Sehingga yang terjadi pada hakekatnya adalah proses penjajahan dengan model baru dengan menjadikan negara jajahan menjadi sasaran pasar produk negara penjajah dengan kebijakan sebagai instrumen penjajahannya. Hal ini telah disinyalir oleh Nabi SAW sehingga kita diminta untuk berdoa yang berbunyi :

”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Allah berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud 4/353)
Semoga bangsa ini segera sadar akan tragedi yang menimpa dirinya, bahwa dia sedang dijajah dengan dijadikan sebagai budak pembeli atas produk negara penjajah sedangkan pemerintahnya dengan sadar/tidak telah didekte atas kebijakan yang diambilnya. Amin

Persoalan Utama Kita Bukan Korupsi

Aneh barangkali kalau kita baca judul diatas. Dan itu tentu sangat bertentangan dengan anggapan banyak orang yang menyatakan bahwa permasalahan utama bangsa ini adalah korupsi. Dengan pemikiran bahwa kalau korupsi dapat diselesaikan maka persoalan kemiskinan, pengangguran, infrastruktur pendidikan dsb dapat diselesaikan. Saking prihatinnya dan strategisnya permasalahan korupsi di Indonesia tersebut disampaikan oleh yang terhormat Bapak Syafie Maarif bahwa membubarkan lembaga yang mengurusi korupsi (KPK) sama dengan membubarkan NKRI.
Kalau kita coba renungkan sekali lagi, timbul pertanyaan yang harus kita jawab : benarkah permasalahan utama bangsa ini adalah korupsi?. Benar barangkali anggapan tersebut kalau dilihat secara sekilas namun adalah suatu keharusan bagi kita untuk terus menelurusi akar dari akar semua permasalahan yang terjadi penyebab awal dari adanya penyakit korupsi bangsa ini. Sehingga kita tidak mengobati akibat namun harus mencari akar permasalahan yang utama agar pengobatan yang diberikan menjadi tepat. Penelurusan sumber dari segala sumber masalah ini semakin penting agar kita jangan menghabiskan energi tapi tidak mampu menyelesaikan persoalan dari apa yang kita harapkan karena kesalahan diagnosa yang kita lakukan.
Benar barangkali banyak persoalan kita terkait korupsi. Namun sebagai bangsa yang yakin akan nilai – nilai agama kita perlu telusuri kembali kenapa masyarakat kita cenderung korupsi. Kalau kita telusuri kembali penyebab kenapa orang melakukan korupsi adalah karena dia tidak yakin dengan rejeki yang telah ditetapkan oleh Allah. Bahkan ada pameo yang mengatakan bahwa mencari yang haram aja susah apalagi yang halal. Padahal kalau pakai logika yang cerdas, maka seharusnya sama- sama susah mencarinya maka seharusnya yang dicari adalah yang halal. Faktor ketiadaan keyakinan inilah yang menyebabkan demikian banyak orang melakukan korupsi. Mereka tidak yakin bahwa rejeki kita telah dijamin oleh Allah yang menciptakan kita. Bahkan anehnya orang berebutan di tempat yang katanya ’basah’ yang pada hakekatnya mereka berebut untuk mendapatkan ’air comberan’. Aneh memang, tapi itulah kenyataan kualitas bangsa kita saat ini.
Kalau standar keimanan yang menjadikan ukuran kehidupan kita maka sebenarnya kita tidak perlu takut akan adanya pemimpin yang akan melakukan korupsi.. Yang jadi masalah kita saat ini adalah korupsi sudah dilakukan berjamaah oleh bangsa kita bahkan rakyat yang bodoh pun saat ini melakukan korupsi. Anda tidak percaya? Siapkan uang puluhan juta maka Saya jamin seluruh masyarakat di kampung saya di Jateng akan memilih Anda pada saat Pemilu nanti. Itulah parahnya bangsa kita saat ini. Meski itu pada hakekatnya juga sebuah korupsi (menyalahgunakan wewenang), namun itu sebenarnya disebabkan oleh hal lain. Hal itu terjadi karena disebabkan oleh ketidakpercayaan rakyat pada wakilnya pada saat mereka telah duduk di lembaga perwakilan sehingga mumpung mereka masih membutuhkan rakyat, rakyat mengupayakan agar calon wakil rakyat mau menyuap mereka. Inilah fenomena mutakhir sistem politik kita yang mengakibatkan demokrasi kita bagaikan barang dagangan dan jangan heran kalau setiap kursi demokrasi ada bandrol harganya. Sekali lagi pada hakekatnya ini juga korupsi.
Kembali ke masalah korupsi karena keserakahan. Penyakit korupsi yang diderita oleh pribadi yang tidak ada keimanan akan rejeki yang telah ’dijatah’ oleh Allah Swt diperparah oleh adanya perilaku masyarakat kita yang sakit yaitu masyarakat yang menghargai seseorang lebih dari unsur materi semata. Orang dinilai berhasil kalau punya rumah bagus, mobil bagus, gelar pendidikan tinggi.dsb. Namun tanpa menilai sejauhmana orang tersebut bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negaranya.
Kalau AA Gym bilang mungkin banyak diantara kita ini ingin lebih sebagai pencuri atau pedagang daripada sebagai pahlawan bagi negara kita karena kita ingin mendapatkan lebih daripada memberikan lebih kepada negara ini. Saya katakan ingin karena kalau yang diluar sistem kadang- kadang karena belum kebagian aja. Namun ketika masuk ke dalam sistem ternyata kelakuannya lebih parah (hal ini karena terkait keimananm seseorang).
Sikap mental materialisme yang ada pada masyarakat kita sejatinya disamping karena ketiadaan iman seseorang didukung oleh sikap masyarakat yang hanya menghargai seseorang karena materi pada hakekatnya salah satunya disebabkan oleh pola pikir pemikiran ekonomi konvensional. Jadi pemikiran materialis yang ada pada masyarakat pada hakekatnya bukan ada demikian adanya, namun disebabkan oleh suatu pola pikir kolektif yang melandasi pemikiran tersebut yaitu pola – pola pemikiran ekonomi konvensional.
Sebagaimana kita ketahui bahwa ekonomi konvensional timbul sebagai akibat pemikiran yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas sedangkan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Karena latar belakang inilah timbul apa yang disebut dengan prinsip ekonomi yang mengatakan bahwa ’dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya’. Kita tidak kebayang bagaimana repotnya Pak RT kalau sepuluh orang saja warganya meyakini dan mempraktekkan dengan konsekuen prinsip ini.
Kembali ke permasalahan budaya korupsi bangsa kita. Jadi menjadi tugas kita saat ini secara pribadi adalah untuk semakin meyakini bahwa kita semua sebagai makhluk Allah telah dijamin oleh Allah rejeki kita sebagaimana Allah telah menjamin rejeki bagi semut hitam di batu hitam di hutan gelap di malam yang gulita. Selanjutnya marilah kita hargai orang-orang disekitar kita bukan karena kekayaannya, pangkatnya, kedudukannya, gelarnya dsb, namun sejauhmana dia bermanfaat bagi masyarakat lingkungannya dan bangsanya.Terakhir marilah kita perdalam pemahaman tentang dasar-dasar ekonomi Islam sebagai solusi yang paripurna bagi permasalahan umat manusia. Sehingga perubahan umat manusia dilandasi oleh dasar – dasar pemahaman yang memadai tidak hanya menggunakan payung kaidah kesyariahan tanpa dilandasi oleh iman yang kuat dan pengamalan yang mantap.
Semoga konsep-konsep ekonomi syariah dapat kita pastikan menjadi solusi bagi permasalahan korupsi kita saat ini. Namun bukan menyembuhkan penyakit korupsinya semata tapi menyembuhkan akar permasalahan yang menyebabkan korupsi itu sendiri.
Wallahua’lam.

Walidi
dari amanahsharia
(alid101010@yahoo.com)

KALAU NABI YUSUF JADI MENTERI KEUANGAN

KALAU NABI YUSUF JADI MENTERI KEUANGAN

Hari – hari ini bangsa Indonesia banyak disibukkan dengan dukung - mendukung calon – calon Menteri Keuangan pasca pengunduran diri Ibu Sri Mulyani. Banyak pihak dengan terus terang mengusulkan dan menyodorkan nama-nama calon-calonnya. Ada pihak lain yang malu-malu menyebutkan namanya tapi cukup dengan menyampaikan kriteria – kriteria yang menjurus ke orang – orang tertentu. Bagaimana seharusnya kriteria seorang Menteri Keuangan menurut Ekonomi Syariah?
Jabatan Menteri Keuangan adalah jabatan strategis, sehingga saking strategisnya Allah mentakdirkan seorang nabi menjadi salah satu ’Menteri Keuangan’ yang paling sukses, yang kisahnya diabadikan dan menjadi nama dari surat di dalam Al Quran. Bagaimana kita dapat mengambil nilai – nilai dari kisah Nabi Yusuf As sebagai parameter bagi kita dalam memilih seorang menteri keuangan. ”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang yang mempunyai akal”demikian Allah katakan.
Kalau kita ingin menjadikan negeri ini negeri yang makmur maka boleh lah kita bermimpi Nabi Yusuf datang dan memimpin bagaimana mengelola keuangan negeri ini dijalankan. Kalaulah kita memiliki orang yang kualitas imannya seperti Nabi Yusuf maka layaklah kita serahkan urusan keuangan negeri ini kepada dia.
Nabi Yusuf adalah nabi yang telah ditempa keimanannya. Semasa kecil dia telah teraniaya oleh kelakuan Saudara-Saudaranya karena iri dengan kebagusan akhlaknya yang telah mencuri hati ayah mereka. Keimanan Calon Nabi Yusuf ditempa salah satunya dengan peristiwa dimasukkannya Nabi Yusuf ke dalam sumur. Dalam keadaaan ini keyakinannya ditempa bahwa tiada yang dapat menolong selain Allah sang Maha Penolong.
Kalau seandainya Nabi Yusuf menjadi Menteri Keuangan, maka keyakinan dan keimanan akan menghiasi gerak langkahnya. Keyakinan dan keimanan merupakan salah satu syarat yang diperlukan apabila seseorang akan diberikan amanah. Karena seseorang yang telah diyakini keimanannya maka dia akan melakukan kegiatannya seikhsan mungkin karena dia yakin seluruh pekerjaannya akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. Bagi orang yang imannya kuat maka dia tidak akan takut dengan tekanan politisi, tekanan atasan maupun tekanan kekuatan negara asing sekalipun. Dia hanya takut kepada yang punya amanah dan memberi amanah karena hanya kepada-Nya seluruh amanah harus di kembalikan yaitu Allah Swt. Dia juga tidak akan menerima amanah kalau ternyata jabatan itu hanya merupakan barter kebijakan yang harus dia jalankan karena titipan dari mereka-mereka yang mencalonkannya.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan. Dia siap menerima segala resiko yang harus diterima bahkan dipenjara sekalipun karena prinsip yang harus dia pegang sebagaimana perlakuan yang harus dia terima ketika dia tidak mau menerima godaan dunia berupa kerdipan mata sang Zulaiha.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan. Dia akan berfikir visioner. Dia akan siapkan seluruh daya upaya agar krisis tidak terjadi di negeri ini. Sebagaimana dia telah menyiapkan negerinya di waktu lalu dalam menghadapi krisis.
Kalau Nabi Yususf Menteri Keuangan, maka akan berupaya keras agar sektor riil Indonesia bergerak dengan seksama untuk menghadapi krisis dunia karena yang lebih utama adalah menyiapkan bantalan masyarakat bagi bergeraknya sektor riil yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dia akan mengupayakan agar sektor moneter ditahan laju perkembangannya dengan berbagai instrumen sehingga dijamin dana yang ada di sektor ini bergerak ke sektor riil. Dia yakin bahwa dengan bergeraknya sektor riil maka pengangguran tinggi yang menjadi masalah utama selama ini akan tertangani.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dengan berbagai kebijakannya akan mengupayakan kemandirian pangan bangsa sehingga pangan kita tidak tergantung dari produk bangsa lain tapi hasil bumi bangsa Indonesia yang diyakini kekayaannya namun kurang dilindungi pemanfaatannya.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dia akan menetapkan pajak-pajak untuk perusahaan asing yang saat ini telah menyedot sumber daya kekayaan alam kita. Dia akan berupaya keras agar perusahaan asing itu taat dengan pajak kekayaan alam kita meski harus beradu di arbitrasi internasional karena kewajiban pajak pengusaha asing atas kekayaan alam Indonesia dinafikan oleh klausul-klausul dalam pasal-pasal kontrak karya.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dia akan terus melakukan reformasi perpajakan. Disamping semakin memperketat pengumpulan pajak oleh pegawai pajak, dia akan merubah praktek perpajakan yang tidak mendukung distribusi pendapatan. Dia akan terapkan pajak kekayaan progresif dibandingkan mengedepankan pajak penghasilan. Dia akan mengurangi pajak-pajak yang ditanggung oleh rakyat banyak, tapi akan menaikkan pajak yang ditanggung oleh orang kaya. Dia akan menaikkan pajak untuk sektor moneter dan memberi insentif pajak untuk sektor riil.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dia akan mengupayakan seefisien mungkin belanja pemerintah. Akan diterapkannya prinsip bahwa barang publik harus disubsidi dan barang private harus dipajaki. Akan diupayakannya subsidi besar-besaran untuk fasilitas publik dan ditingkatkannya pajak untuk barang –barang yang berorientasi barang private. Dia sadar dengan kebijakan ini maka akan ada peningkatan kesediaan sarana publik, tidak akan ada kemacetan di jalan, biaya kesehatan murah dan biaya pendidikan terjangkau karena pendidikan merupakan perwujudan tugas mencari ilmu bagi seluruh warga negara.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dia pajaki maal - maal yang mendesak pasar – pasar tradisional. Dia akan pajaki barang – barang dari luar negeri yang mendesak produk-produk dalam negeri meski harus bertahan menghadapi dari tekanan kanan kiri dan atas bawah.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka belanja aparatur akan dia batasi. Fasilitas pejabat akan dia kurangi. Dia akan bersikap sederhana. Dan semua itu dimulai dari diri dia dan keluarganya. Tidak ada kata gengsi bagi dia. Kemuliaan bagi dia tidak ditentukan oleh fasilitas yang dia miliki tapi sejauhmana kemanfaatan dia bagi negara yang memberi amanah kepadanya.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dia akan batasi berbagai kebijakan utang. Dia yakin perlunya negara membatasi untuk berhutang karena hutang bisa menggadaikan kedaulatan negara untuk mengatur kebijakan negerinya. Dan seandainya hutang itu harus dia lakukan maka dia harus yakinkan bahwa hutang itu digunakan untuk kegiatan yang produktif. Karena dia sadar bahwa hutang yang dia lakukan harus dibayarkan pelunasannya oleh anak cucunya.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka omongan dia tiap hari bukan target pertumbuhan ekonomi yang dia dengungkan, tapi distribusi kekayaan negara dengan baik yang menjadi tujuan. Dia yakin bahwa proses pertumbuhan akan dilaksanakan oleh masyarakat dengan sendirinya, sedangkan pemerintah bertugas memberi iklim yang kondusif bagi pelaksanaan perekonomian masyarakat. Tugas pemerintah adalah menjamin agar pertumbuhan yang dilakukan masyarakat terdistribusi dengan baik. Dia juga yakin bahwa pertumbuhan yang dilakukan secara swakelola oleh masyarakat akan menggerus pertumbuhan itu sendiri jika tiada stabilitas sosial yang harus dimiliki. Dia sadar bahwa yang dibutuhkan oleh bangsa ini bukan pertumbuhan semata, namun keadilan yang memadai sehingga kehendak untuk bersatu melahirkan bangsa yang kuat karena adanya rasa senasib dan sepenanggungan yang terasa sedikit sekali kita miliki sekarang ini.
Yang jadi masalah saat ini adalah, adakah sosok seperti Nabi Yusuf itu sekarang? Sekarang ini banyak orang yang hafal kisah Nabi Yusuf namun yang diingat hanyalah pada bagian bagaimana Nabi Yusuf ’meminta’ jabatan karena dia yakin orang yang amanah. Namun sekarang peristiwa ’permintaan’ jabatan oleh Nabi Yusuf itu dijadikan justifikasi oleh orang – orang yang haus akan jabatan. Sementara kualifikasi dia sangat jauh untuk dapat masuk kriteria sebagai orang yang bisa memegang amanah. Semoga Menteri Keuangan mendatang adalah orang yang baik dan amanah. Amin


Penulis :
Walidi
Pemerhati ekonomi dari amanahsharia
alid101010@yahoo.com

Rabu, 26 Mei 2010

Bismillah kupilih syariah

BISMILLAH KUPILIH SYARIAH !!

Demikian barangkali niatan umat manusia saat ini. Dalam berbagai hal termasuk perekonomian dunia saat ini disadari atau tidak sedang terjadi pergerakan besar-besaran menuju kepada praktek-praktek yang sesuai dengan konsepsi ekonomi syariah. Hal ini dilatar belakangi dengan telah gagalnya negara – negara komunis untuk mempertahankan konsepsi perekonomiannya. Dan pada saat yang sama saat ini telah terlihat dari timur dan di barat tanda - tanda kegagalan perekonomian sekuler kapitalis.

Ekonomi sosialis soviet mengalami kehancurannya karena bertentangan dengan hakekat dasar dari manusia untuk diberikan peran dan pengakuan atas eksistensinya. Dengan konsepsi sama rata sama rasa ekonomi soviet telah menafikkan prestasi dan keunggulan sekaligus keunikan dari masing-masing individu pelaku ekonomi. Sebaliknya ekonomi konvensional mendasarkan pemikiran unsur materialisme dalam setiap konsep jalannya perekonomian. Hal ini didasari atas pengakuan yang sangat tinggi terhadap esensi konsep kepemilikan yang mutlak dari suatu benda sehingga semua hal dalam kehidupan dicoba untuk dikuantivisir guna menyesuaikan dengan konsep materialisme tersebut.

Dengan konsepsi sekuler kapitalis itu telah mengakibatkan relung – relung ruhiah manusia menjadi kering dan kehampaan menjadi sebuah keniscayaan. Hal tersebut mengakibatkan kebahagian yang diharapkan dapat dihasilkan dari bangunan perekonomian konvensional saat ini telah dirasakan oleh umat manusia menjadi sebuah kegagalan.

Proses islamisasi perekonomian semakin menguat seiiring tersadarnya dunia barat akan keserakahan yang ditimbulkan oleh konsepsi perekonomian kapitalis. Ibarat meminum air laut dahaga akan kebahagiaan tidak bisa didapat manakala upaya ekonomi konvensional mendorong manusia untuk meneguk keserakahan dunia yang didominasi oleh nilai riba dan nilai ketamakan. Atas dasar hal - hal tersebut perkembangan perekonomian dunia sedang melakukan proses transformasi untuk menuju suatu tatanan perekonomian yang lebih Islami.

Perkembangan perekonomian barat menuju ke arah perekonomian Islam pada dasarnya adalah wujud sunatullah akan kehausan keingintahuan hakekat penciptaan dan keberadaan diri manusia. Kesadaran akan jadi diri yang semakin disadari oleh masyarakat dunia semakin mendorong pencarian jati diri kemanusiaan tersebut telah mengerucut untuk kembali kepada sunatullah guna menemukan jalan ilahiyah berupa wujud kesyariahan hidup.

Oleh karena perubahan konsepsi tersebut telah terjadi pergeseran kebahagiaan yang selama ini dengan ukuran - ukuran materi diganti dengan ukuran keberkahan, kemaslahatan, ketenteraman yang semakin dirasakan dibutuhkan oleh umat manusia. Kondisi ini lah yang mewajibkan kita semua untuk mendorong berbagai proses yang sedang terjadi untuk terus melakukan transformasi sehingga perekonoian yang saat ini berbentuk ulat yang menjijikkan akan berubah menjadi kupu-kupu yang sangat indah meski saat ini mungkin dalam taraf proses perubahan berupa kepompong transisi.

Saat ini sesungguhnya terdapat suatu ironi bahwa perkembangan dunia yang semakin menguat ke dalam konsepsi ekonomi syariah tersebut kurang diimbangi dengan pemahaman yang memadai oleh seluruh elemen masyarakat untuk mengerti tentang konsepsi dan praktek-praktek ekonomi syariah bahkan oleh umat Islam itu sendiri. "Nggak ada bedanya antara bank syariah dengan bank konvensional" . Itulah pernyataan yang saat ini sering kita dengar di kalangan masyarakat. Dan menjadi tugas semua pihak untuk meluruskannya. Proyek pelurusan ini semata - mata adalah bagian dari upaya kita bersama agar jangan sampai banyak Saudara muslim kita masuk ke dalam golongan yang disinyalir oleh Allah dalam Al Qur'an yang menyatakan bahwa "mereka mengatakan sama saja antara jual beli dan riba". Proyek pelurusan ini juga sekaligus menjadi upaya maksimal untuk mewujudkan masyarakat yang 'well educated' terhadap ekonomi syariah sehingga perkembangan ekonomi syariah pun berada dalam konteks partisipasi maksimal dari umat untuk mendukungnya, sekaligus mengkritisinya apabila ada pergeseran-pergeseran dalam pelaksanaannya jauh dari konsepsi dasarnya.

Ironi lainnya adalah bahwa dalam kerangka keumatan saat ini juga terasa kurang maksimalnya kesadaran masyarakat Islam akan ekonomi Syariah. Islam adalah agama yang sempurna. Semua umat Islam mengakui akan dalil dari ayat yang terakhir diturunkan kepada Nabi akhir jaman tersebut. Namun ketika memasuki diskusi perekonomian, Umat Islam saat ini seakan menafikkan akan kesempurnaan tersebut sehingga saat ini masih dan terus mengagungkan konsepsi ekonomi kapitalis yang terbukti mengantarkan manusia ke berbagai krisis yang melanda perekonomian dunia dan secara nyata telah membentuk dunia yang penuh dengan ketidakadilan.

Ekonomi Islam adalah sebuah ekonomi yang sesuai dengan fitrah keberadaan manusia itu sendiri. Logika sederhana yang selalu digunakan adalah bahwa setiap pembuat produk adalah yang paling tahu terhadap kerangka baik dan buruk bagi ciptaannya. Hal yang sama berlaku dalam kerangka kegiatan perekonomian umat manusia. Oleh karena perekonomian merupakan bagian aktivitas yang dijalankan oleh manusia maka merupakan suatu keharusan untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai wujud agar praktek muamalah sesuai dengan petunjuk Tuhan pencipta manusia. Sehingga pemikiran yang menyamakan praktek ekonomi syariah dan konvensional dapat dipastikan perbedaannya.

Dalam tataran akademisi pada hakekatnya terdapat perbedaan yang mendasar antara Ekonomi Islam dengan ekonomi ekonomi konvensional. Ilmu ekonomi konvensional bergerak dari latar belakang dalil yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas sedangkan sumberdaya untuk memenuhi kebuhuhan manusia tersebut bersifat terbatas. Oleh karena itulah dikembangkan sebuah disiplin ilmu ekonomi yang pada hakekatnya adalah ilmu akan pembuatan pilihan yang optimal terhadap penggunaan sumberdaya yang terbatas tersebut dengan sumberdaya yang terbatas. Latar belakang tersebut telah menimbulkan sebuah prinsip ekonomi yang menyatakan ”Dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mendapatkan manfaat/keuntungan sebesar-besarnya”.

Ilmu ekonomi Islam adalah sebuah Ilmu yang dikembangkan dengan sebuah keyakinan bahwa Allah menciptkan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam kondisi cukup. Bahwa dalam prakteknya terdapat manusia yang masih jauh dari akses terhadap sumberdaya maka hal ini terjadi sebagai akibat karena adanya praktek-praktek ekonomi yang tidak berpihak pada keadilan bagi distribusi pendapatan manusia. Berawal dari hal inilah ilmu ekonomi dan praktek ekonomi dikembangkan.

Berbicara ekonomi syariah pada hakekatnya adalah pelaksanaan dari bagian keberagamaan umat Islam itu sendiri. Dalam kerangka hal tersebut telah dijelaskan oleh Rasullullah tuntunan umat yang menyatakan bahwa rukun agama ada tiga yaitu Iman, Islam dan Ikhsan. Ekonomi syariah pada hakekatnya merupakan perwujudan fiqih muamalah yang merupakan praktek pelaksanaan ekonomi yang harus dilaksanakan oleh umat Islam merujuk nilai-nilai Islami. Meski demikian merujuk pada Arkanuddin (Rukun agama) dimaksud maka pada hakekatnya ekonomi Islam tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya apabila jalannya praktek ekonomi Islam dimaksud tidak dilandasi dengan aqidah yang kuat dan praktek-praktek keiksanan yang menjadikan kita pelaku ekonomi yang selalu merasa diawasi oleh Allah Sang Pengawas Terbaik.

Praktek ekonomi yang hanya menonjolkkan praktek kebenaran fiqih tanpa dilandasi oleh nilai – nilai akidah yang kuat pada hakekatnya hanya akan mengulang permasalahan yang saat ini menimpa perekonomian konvensional.

Upaya pencerdasan masyarakat akan konsepsi dan praktek-praktek ekonomi Islam semakin mendesak untuk dilakukan karena saat ini telah banyak negara-negara yang pada hakekatnya tidak memahami nilai – nilai Islam namun berlomba-lomba mengembangkan instrumen – instrumen syariah (Singapura mempunyai target sebagai pusat ekonomi syariah di Asia tenggara) yang semata-mata hanya ingin menarik dana-dana yang dimiliki oleh umat Islam di dunia. Hal ini harus kita cegah agar label syariah jangan sampai lepas jauh pemahaman akan hakekat keberadaannya dan praktek yang dilaksanakan benar- benar sesuai dengan ketentuan.

Upaya pencerdasan tersebut juga diperlukan karena saat ini masyarakat mulai tertarik untuk melakukan kegiatan ekonominya menggunakan instrumen-instrumen syariah.
Khusus untuk kebijakan fiskal. Pencerdasan ini juga diperlukan untuk memberikan persepsi lain dalam hal pengelolaan
keuangan negara dari kacamata ekonomi syariah.
Dengan berbagai latar belakang dan kondisi itulah maka perlu pemahaman semua untuk menjamin proses transformasi perekonomian yang terjadi saat ini berada pada arah yang benar. Dan hal itu merupakan tugas bersama untuk mengawal sekaligus berpartisipasi aktif serta menjadi bagian dari proses perubahan tersebut.
Oleh karena itu perlu diupayakan pemahaman semua pihak akan konsepsi dan praktek ekonomi syariah untuk menjamin kesyariahan semua produk dan praktek ekonomi syariah sehingga dapat dipastikan bahwa ekonomi syariah merupakan solusi paripurna atas permasalahan ekononomi umat manusia sebagaimana janji Allah pencipta manusia dan alam semesta.
Semoga tulisan - tulisan dalam blog ini nantinya dapat menjadi bagian dari upaya kita bersama untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan konsepsi dan instrumen dari ekonomi syariah. Khususnya pandangan ekonomi syariah terhadap kebijakan-kebijakan fiskal

Semoga dengan bismillah kita akan mencapai kebahagian sejati dunia dan akherat dengan hidup bersama ekonomi syariah. Amiin