Selasa, 14 September 2010

Lebaran dan Peningkatan Impor

Peningkatan impor barang konsumsi Januari- Juli 2010 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2009, yaitu sebesar 61 %.
Lebaran tahun ini diwarnai dengan semakin tingginya tingkat impor yang dilakukan oleh bangsa Indonseia maka jangan heran kita yang lebaran tapi negara eksportir yang menikmati hasilnya. Secara umum kebijakan dan kebiasaan konsumtif masyarakat selama bulan puasa dan puasa telah mendorong tingkat impor kita. Hal ini diperparah oleh tingkat ketidakpedean kita sebagai bangsa untuk semakin bangga menggunakan produksi dalam negeri maka yang terjadi adalah impor jor-joran dari luar negeri. Dari daging sapi saja telah terjadi kesalahan kebijakan dimana daging yang diimpor dari luar negeri ternyata lebih murah hampir 30% dibandingkan daging yang dihasilkan dari peternak lokal. Dan bahkan yang menyakitkan info terakhir bangsa ini sudah mengimpor sapi Bali dari Timor Timur. Belum buah yang dikonsumsi masyarakat kita dari jeruk sampai durian semua bermerk Thailand dan Cina.
Yang juga perlu mendapat perhatian juga adalah adanya perubahan pola makanan lebaran di masyarakat kita yaitu dengan semakin menjamurnya kue-kue kering yang dibuat dari terigu yang notabene adalah impor dari luar negeri.

Sementara itu untuk impor barang-barang elektronik yang mengalami peningkatan seperti produk lap top dan Handphone.

Bagaimana seharusnya kedepan?

Kita harus semakin mengedepankan kampanye penggunaan buah produksi dalam negeri dengan melakukan bairgaining yang lebih memadai dengan Cina/Australia dsb.
Yakinlah kita punya daya tawar yang sangat memadai karena kita ini kaya orang (konsumen) dan kaya sumber daya alam sehingga negara lain pasti takut kehilangan pasar dan sumber pasokan sumber dayanya dari Indonesia.
Kedua mungkin kita mulai kembali untuk memproduksi makanan-makanan lebaran yang berbahan dasar beras seperti leluhur kita dulu.

Semoga bangsa ini semakin mandiri. Amin

Kebijakan LDR dan Pinalti GWM

Hari hari ini perbankan sedang berupaya untuk menghadapi dan mneyesuaikan dengan kebijakan yang diterapkan oleh BI. Mengkaitkan antara LDR (Loan to Deposit Ratio) dengan Giro Wajib Minimum yang harus disetor oleh bank tersebut. Besaran Loan to Deposit Ratio dipatok oleh BI adalah antara 78 - 100% yang bermakna agar dana yang dihimpun oleh masyarakat agar disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit pembiayaan. Kalau kurang atau lebih dari patokan tersebut akan terkena pinalti. Ada beberapa bank yang dibawah ketentuan tersebut dan harus siap menerima pinalti yaitu dua bank besar (Mandiri dan BNI) karena LDRnya masih dibawah 78%. Kalau LDR dibawah 78% dana yang dihimpun dari masyarakat tidak disalurkan dalam kredit tapi diputar di sektor moneter. Sedangkan kalau penyaluran kredit di atas 100% persen berarti telah meningkatkan resiko bagi kemampuan bank tersebut karena bank telah menyalurkan kredit melebihi kemampuan yang dimilikinya. Kebijakan tersebut sejatinya sangat sejalan dengan esensi ekonomi syariah yang mengharusakan mendorong seluruh kebijakan moneter memfasilitasi kebutuhan sektor riil. Namun kalau bank menyalurkan dana lebih tinggi dari kemampuan dana yang dihimpun berati telah melipatkan jumlah uang yang sejatinya tidak riil (baca - pat gulibat bank ketupat-Zaim Saidi). Bank yang kemungkinan besar kena finalti karena penyaluran kreditnya melebihi kemampuan penghimpunan dana yang dimiliki adalah BTN. Di masa mendatang perlu kita dorong agar patokan LDR semakin mendekati atau sama dengan nilai 100%. Karena esensi ekonomi syariah adalah samanya dana di sektor moneter dengan dana yang bergerak disektor riil.
Pergerakan sektor perbankan ke arah yang lebih syariah juga ditandai dengan diterapkannya penguatan permodalan hingga tiga kali lipat yang diistilahkan dengan Basel III. Sehingga di masa mendatang tidak semua orang dengan seenaknya dan modal ala kadarnya dapat mendirikan bank dan menarik uang dari masyarakat namun akhirnya digunakan untuk 'bermain' di sektor moneter dan disalurkan untuk perusahaan yang satu grup.
Mari kita kawal perekonomian untuk menjadi lebih syar'ie.