Senin, 28 Februari 2011

Ekonomi Syariah Menggugat Privatisasi

Privatisasi merupakan bagian utama program penyesuaian struktural yang dilahirkan di Washington pada tahun 1980. Privatisasi selalu menjadi agenda globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang diusung oleh IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), AS dan negara-negara kapitalis lainnya, serta para investor. Tujuannya, kesinambungan penjajahan kapitalis terhadap negara-negara berkembang dan negara-negara miskin.

Privatisasi (pengalihan aset negara/milik rakyat) merupakan bagian tak terpisahkan dari ideologi kapitalisme yang menonjolkan kepemilikan individu atau kebebasan kepemilikan. Islam melarang kita mengadopsi konsep-konsep ekonomi yang secara asasi bertentangan dengan akidah.

Konsep privatisasi ditujukan untuk meningkatkan efisiensi suatu BUMN dengan memasukkan dalam market condition yang selanjutnya memberi keuntungan bagi pemilik, pelanggan dan karyawannya (Moore, 1983). Dengan demikian, privatisasi dari sisi pemerintah membantu dana, sedangkan dari sisi BUMN, "memaksa" BUMN untuk meningkatkan profesionalisme dan efisiensi. Masalah utama yang mengganjal program privatisasi BUMN di Indonesia udalah kurangnya transparansi dan minimnya nasionalisme untuk mempertahankan aset strategis dari pihak asing.

Buntutnya privatisasi dilak-sanakan semena-mena, mengabaikan struktur penguasaan modal di antara berbagai strata sosial di masyarakat. Secara normatif, privatisasi membuka peluang bagi semua anggota masyarakat untuk turut memiliki modal BUMN. Namun pelaksanaan privatisasi malah membuka peluang segelintir kaum borjuis melipatgandakan penguasaan modal. Celakanya, pelaksanaan privatisasi ditandai terjadinya pemindahan penguasaan modal dari tangan negara kepada para pemodal internasional.

Beberapa ekonom menyatakan, privatisasi juga suatu upaya sistematis dari multinasional asing meraih aset negara secara murah. Bahkan dicurigai, privatisasi sarat dengan suap dan komisi. Selain transaksinya cenderung besar, pertanggungjawabannya pun terbatas. Jadi tak perlu pertanggungjawaban fisik sebagaimana proyek infrastruk tur. Maka tk aneh belakangan ada slogan baru di dunia internasional, "privatisation is the mother of corruption"

Penjualan aset negara secara liar tidak terlepas dari model privatisasi yang dipilih pemerintah yakni private placement (investor strategis). Model itu menimbulkan kecurigaan karena berlangsung tertutup, sehingga menimbulkan rent seeking (pencari rente) di lingkungan birokrasi pemerintah. Contohnya, privatisasi Semen Gresik dan Krakatau Steel.

Konsep Islam

Dalam pandangan sistem ekonomi Islam, harta kekayaan yang ada di bumi ini tidaklah bebas untuk dimiliki oleh individu, sebagaimana yang ada dalam pemahaman sistem ekonomi kapitalisme. Sebaliknya juga tidak seperti dalam pandangan sistem ekonomi sosialisme, yang memandang bahwa harta kekayaan yang ada di bumi ini harus dikuasai oleh negara. Dalam ekonomi Islam, status kepemilikan terhadap harta kekayaan dikategorikan 3 kelompok.

Pertama Kepemilikan indi-vidu, yaitu hukum syara yang berlaku bagi zat atau manfaat tertentu, yang memungkinkan bagi yang memperolehnya untuk memanfaatkannya secara langsung atau mengambil kompensasi (iwadh) dari barang tersebut. Kedua Kepemilikan umum, yaitu ijin Asy-Syariah kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan suatu benda. Sektor ini mencakup segala milik umum seperti hasil tambang, minyak, gas, listrik, hasil hutan, air dsb.

Ketiga, Kepemilikan negara, yaitu harta yang tidak termasuk kategori milik umum melainkan milik individu, namun barang-barang tersebut terkait dengan hak kaum muslimin secara umum. Sumber-sumber kepemilikan dari fai, ghanimah, kharaj, seperlima rikaz, 10 persen dari tanah usyriyah, jizyah, waris yang tidak habis dibagi dan harta orang murtad.

Dari pembagian kepemilikan dalam ekonomi Islam tersebut, maka posisi sumber daya alam seperti pertambangan, energi, hutan, air masuk kategori yang kedua, yaitu kepemilikan umum. Artinya, dalam Islam, barang-barang ini hanya boleh dikelola oleh negara dan tak boleh dimiliki individu atau pihak swasta dan tidak boleh diprivatisasi. Yang termasuk dalam kategori barang milik umum diantaranya adalah berbagai jenis tambang yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti minyak bumi, gas alam, emas, perak, timah, tembaga, dan batubara. Jadi, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan kekayaan alam yang merupakan milik umum tersebut kepada pribadi perorangan maupun pihak multinasional/asing.

Pendapat Ibnu Qudamah dalam Kitabnya Al-Mughni mengatakan Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, inumia (semacam obat), petroleum, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum muslimin, sebab hal itu akan me-rugikan mereka.

Privatisasi dalam Pandangan Islam

Berdasarkan konsep kepemilikan tersebut di atas maka Islam berpandangan terkait proses privatisasi harus sangat hati - hati. Yang perlu dilakukan adalah proses klasifikasi suatu barang tersebut termasuk dalam barang yang bisa menjadi kepemilikan individu atau tidak. Jika jawabannya tidak, maka barang tersebut tidak bisa diprivatisasi.

Privatisasi hanya boleh untuk barang yang masuk dalam kategori kepemilikan individu. Itupun harus mengikuti beberapa prinsip dalam ekonomi syariah yaitu harus sesuai prinsip distribusi kekayaaan dalam ekonomi syariah, artinya tidak menyebabkan kekayaan hanya beredar di kalangan tertentu saja.

Hal ini untuk menghindari semakin meningkatnya kesenjangan antar anggota masyarakat. Sebagaimana Laporan akhir tahun 2009 40 orang terkaya di Indonesia menguasai SUS 42 miliar atau sekitar 410 triliun, jumlah tersebut lebih besar dari belanja seluruh kementerian lembaga tahun 2010.

Kemudian, mesti diantisipasi adanya monopoli pembelian aset dan proses privatisasi harus menerapkan prinsip good governance dan good corporate governance. Dipastikan pula, privatisasi lebih efisien dari monopoli pemerintah, sehingga tidak mengambil untung dari posisi monopolinya secara semena -mena dan mengakibatkan konsumen lebih menderita. Terakhir, jangan sampai mengakibatkan kepemilihan beralih ke pihak asing yang akan menggerus pada kemandirian bangsa dan upaya penyejahteraan warga bangsa secara kolektif.

Rekomendasi

Terhadap barang - barang yang masuk dalam kategori barang miliki umum (BUMN masuk kategori ini) maka pemerintah tidak boleh melakukan privatisasi namun hanya sebagai pengelola.

Sedangkan hasilnya harus diberikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.

Karena itu, pengelolaan sumberdaya alam milik umum yang berbasis swasta (corporate based management) yang terjadi selama ini harus diubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara (state based management), dengan tetap berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam.

Tugas negara hanyalah mengelola, bukan memiliki. Tanggung jawab negara adalah mengelola seluruh sumber daya alam itu untuk digunakan sepenuhnya bagi kemakmuran rakyat. Jika dalam pengelolaan tersebut negara harus terkena beban biaya produksi, maka negara bisa menjual komoditas tersebut kepada rakyat dengan harga sebatas beban biaya produksi tersebut.

Termasuk dalam harta milik umum yang tidak boleh diprivatisasi adalah industri yang menghasilkan produk/mesin yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan sektor perekonomian seperti industri manufaktur, pertanian, transportasi, telekomunikasi dan industri baja.

Untuk barang - barang umum maka privatisasi harus dibuang jauh-jauh. Sebagai gantinya, pemerintah dan DPR harus lebih berkonsentrasi memperbaiki kinerja BUMN dan meningkatkan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam pengelolaan perusahaan negara itu. Pemerintah perlu mengubah metode dan orientasi reformasi BUMN dari privatisasi menjadi demokratisasi. Artinya, reformasi BUMN tidak ditujukan untuk memindahkan modal dari tangan pemerintah kepada swasta atau kekuatan modal internasional, melainkan memperbaiki kinerja dan mendemokratisasikan pengelolaan BUMN. Peningkatan peranan karyawan, konsumen, dan masyarakat daerah sebagai pemilik saham BUMN perlu mendapat perhatian. *
Entitas terkaitBank | BUMN | Buntutnya | Dipastikan | DPR | Indonesia | Islam | Itupun | Kepemilikan | Kitabnya | Konsep | Krakatau | Masalah | Model | Mughni | Pemerintah | Peningkatan | Penjualan | Privatisasi | Rekomendasi | Sebaliknya | Sektor | SUS | Syariah | Tanggung | Tugas | Washington | Kedua Kepemilikan | Konsep Islam | Pandangan Islam | Pertama Kepemilikan | Sebagaimana Laporan | Semen Gresik | Bank Pembangunan Asia | Oleh Walidi SE | Pendapat Ibnu Qudamah | Ekonomi Syariah Menggugat Privatisasi | Direktur Eksekutif Amanah Syariah Solution |
Ringkasan Artikel Ini
Konsep Islam Dalam pandangan sistem ekonomi Islam, harta kekayaan yang ada di bumi ini tidaklah bebas untuk dimiliki oleh individu, sebagaimana yang ada dalam pemahaman sistem ekonomi kapitalisme. Sebaliknya juga tidak seperti dalam pandangan sistem ekonomi sosialisme, yang memandang bahwa harta kekayaan yang ada di bumi ini harus dikuasai oleh negara. Pertama Kepemilikan indi-vidu, yaitu hukum syara yang berlaku bagi zat atau manfaat tertentu, yang memungkinkan bagi yang memperolehnya untuk memanfaatkannya secara langsung atau mengambil kompensasi (iwadh) dari barang tersebut. Yang termasuk dalam kategori barang milik umum diantaranya adalah berbagai jenis tambang yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti minyak bumi, gas alam, emas, perak, timah, tembaga, dan batubara. Pendapat Ibnu Qudamah dalam Kitabnya Al-Mughni mengatakan Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, inumia (semacam obat), petroleum, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum muslimin, sebab hal itu akan me-rugikan mereka. Yang perlu dilakukan adalah proses klasifikasi suatu barang tersebut termasuk dalam barang yang bisa menjadi kepemilikan individu atau tidak. Karena itu, pengelolaan sumberdaya alam milik umum yang berbasis swasta (corporate based management) yang terjadi selama ini harus diubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara (state based management), dengan tetap berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam. Termasuk dalam harta milik umum yang tidak boleh diprivatisasi adalah industri yang menghasilkan produk/mesin yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan sektor perekonomian seperti industri manufaktur, pertanian, transportasi, telekomunikasi dan industri baja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar