Minggu, 30 Mei 2010

KALAU NABI YUSUF JADI MENTERI KEUANGAN

KALAU NABI YUSUF JADI MENTERI KEUANGAN

Hari – hari ini bangsa Indonesia banyak disibukkan dengan dukung - mendukung calon – calon Menteri Keuangan pasca pengunduran diri Ibu Sri Mulyani. Banyak pihak dengan terus terang mengusulkan dan menyodorkan nama-nama calon-calonnya. Ada pihak lain yang malu-malu menyebutkan namanya tapi cukup dengan menyampaikan kriteria – kriteria yang menjurus ke orang – orang tertentu. Bagaimana seharusnya kriteria seorang Menteri Keuangan menurut Ekonomi Syariah?
Jabatan Menteri Keuangan adalah jabatan strategis, sehingga saking strategisnya Allah mentakdirkan seorang nabi menjadi salah satu ’Menteri Keuangan’ yang paling sukses, yang kisahnya diabadikan dan menjadi nama dari surat di dalam Al Quran. Bagaimana kita dapat mengambil nilai – nilai dari kisah Nabi Yusuf As sebagai parameter bagi kita dalam memilih seorang menteri keuangan. ”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang yang mempunyai akal”demikian Allah katakan.
Kalau kita ingin menjadikan negeri ini negeri yang makmur maka boleh lah kita bermimpi Nabi Yusuf datang dan memimpin bagaimana mengelola keuangan negeri ini dijalankan. Kalaulah kita memiliki orang yang kualitas imannya seperti Nabi Yusuf maka layaklah kita serahkan urusan keuangan negeri ini kepada dia.
Nabi Yusuf adalah nabi yang telah ditempa keimanannya. Semasa kecil dia telah teraniaya oleh kelakuan Saudara-Saudaranya karena iri dengan kebagusan akhlaknya yang telah mencuri hati ayah mereka. Keimanan Calon Nabi Yusuf ditempa salah satunya dengan peristiwa dimasukkannya Nabi Yusuf ke dalam sumur. Dalam keadaaan ini keyakinannya ditempa bahwa tiada yang dapat menolong selain Allah sang Maha Penolong.
Kalau seandainya Nabi Yusuf menjadi Menteri Keuangan, maka keyakinan dan keimanan akan menghiasi gerak langkahnya. Keyakinan dan keimanan merupakan salah satu syarat yang diperlukan apabila seseorang akan diberikan amanah. Karena seseorang yang telah diyakini keimanannya maka dia akan melakukan kegiatannya seikhsan mungkin karena dia yakin seluruh pekerjaannya akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. Bagi orang yang imannya kuat maka dia tidak akan takut dengan tekanan politisi, tekanan atasan maupun tekanan kekuatan negara asing sekalipun. Dia hanya takut kepada yang punya amanah dan memberi amanah karena hanya kepada-Nya seluruh amanah harus di kembalikan yaitu Allah Swt. Dia juga tidak akan menerima amanah kalau ternyata jabatan itu hanya merupakan barter kebijakan yang harus dia jalankan karena titipan dari mereka-mereka yang mencalonkannya.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan. Dia siap menerima segala resiko yang harus diterima bahkan dipenjara sekalipun karena prinsip yang harus dia pegang sebagaimana perlakuan yang harus dia terima ketika dia tidak mau menerima godaan dunia berupa kerdipan mata sang Zulaiha.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan. Dia akan berfikir visioner. Dia akan siapkan seluruh daya upaya agar krisis tidak terjadi di negeri ini. Sebagaimana dia telah menyiapkan negerinya di waktu lalu dalam menghadapi krisis.
Kalau Nabi Yususf Menteri Keuangan, maka akan berupaya keras agar sektor riil Indonesia bergerak dengan seksama untuk menghadapi krisis dunia karena yang lebih utama adalah menyiapkan bantalan masyarakat bagi bergeraknya sektor riil yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dia akan mengupayakan agar sektor moneter ditahan laju perkembangannya dengan berbagai instrumen sehingga dijamin dana yang ada di sektor ini bergerak ke sektor riil. Dia yakin bahwa dengan bergeraknya sektor riil maka pengangguran tinggi yang menjadi masalah utama selama ini akan tertangani.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dengan berbagai kebijakannya akan mengupayakan kemandirian pangan bangsa sehingga pangan kita tidak tergantung dari produk bangsa lain tapi hasil bumi bangsa Indonesia yang diyakini kekayaannya namun kurang dilindungi pemanfaatannya.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dia akan menetapkan pajak-pajak untuk perusahaan asing yang saat ini telah menyedot sumber daya kekayaan alam kita. Dia akan berupaya keras agar perusahaan asing itu taat dengan pajak kekayaan alam kita meski harus beradu di arbitrasi internasional karena kewajiban pajak pengusaha asing atas kekayaan alam Indonesia dinafikan oleh klausul-klausul dalam pasal-pasal kontrak karya.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dia akan terus melakukan reformasi perpajakan. Disamping semakin memperketat pengumpulan pajak oleh pegawai pajak, dia akan merubah praktek perpajakan yang tidak mendukung distribusi pendapatan. Dia akan terapkan pajak kekayaan progresif dibandingkan mengedepankan pajak penghasilan. Dia akan mengurangi pajak-pajak yang ditanggung oleh rakyat banyak, tapi akan menaikkan pajak yang ditanggung oleh orang kaya. Dia akan menaikkan pajak untuk sektor moneter dan memberi insentif pajak untuk sektor riil.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dia akan mengupayakan seefisien mungkin belanja pemerintah. Akan diterapkannya prinsip bahwa barang publik harus disubsidi dan barang private harus dipajaki. Akan diupayakannya subsidi besar-besaran untuk fasilitas publik dan ditingkatkannya pajak untuk barang –barang yang berorientasi barang private. Dia sadar dengan kebijakan ini maka akan ada peningkatan kesediaan sarana publik, tidak akan ada kemacetan di jalan, biaya kesehatan murah dan biaya pendidikan terjangkau karena pendidikan merupakan perwujudan tugas mencari ilmu bagi seluruh warga negara.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dia pajaki maal - maal yang mendesak pasar – pasar tradisional. Dia akan pajaki barang – barang dari luar negeri yang mendesak produk-produk dalam negeri meski harus bertahan menghadapi dari tekanan kanan kiri dan atas bawah.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka belanja aparatur akan dia batasi. Fasilitas pejabat akan dia kurangi. Dia akan bersikap sederhana. Dan semua itu dimulai dari diri dia dan keluarganya. Tidak ada kata gengsi bagi dia. Kemuliaan bagi dia tidak ditentukan oleh fasilitas yang dia miliki tapi sejauhmana kemanfaatan dia bagi negara yang memberi amanah kepadanya.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka dia akan batasi berbagai kebijakan utang. Dia yakin perlunya negara membatasi untuk berhutang karena hutang bisa menggadaikan kedaulatan negara untuk mengatur kebijakan negerinya. Dan seandainya hutang itu harus dia lakukan maka dia harus yakinkan bahwa hutang itu digunakan untuk kegiatan yang produktif. Karena dia sadar bahwa hutang yang dia lakukan harus dibayarkan pelunasannya oleh anak cucunya.
Kalau Nabi Yusuf Menteri Keuangan, maka omongan dia tiap hari bukan target pertumbuhan ekonomi yang dia dengungkan, tapi distribusi kekayaan negara dengan baik yang menjadi tujuan. Dia yakin bahwa proses pertumbuhan akan dilaksanakan oleh masyarakat dengan sendirinya, sedangkan pemerintah bertugas memberi iklim yang kondusif bagi pelaksanaan perekonomian masyarakat. Tugas pemerintah adalah menjamin agar pertumbuhan yang dilakukan masyarakat terdistribusi dengan baik. Dia juga yakin bahwa pertumbuhan yang dilakukan secara swakelola oleh masyarakat akan menggerus pertumbuhan itu sendiri jika tiada stabilitas sosial yang harus dimiliki. Dia sadar bahwa yang dibutuhkan oleh bangsa ini bukan pertumbuhan semata, namun keadilan yang memadai sehingga kehendak untuk bersatu melahirkan bangsa yang kuat karena adanya rasa senasib dan sepenanggungan yang terasa sedikit sekali kita miliki sekarang ini.
Yang jadi masalah saat ini adalah, adakah sosok seperti Nabi Yusuf itu sekarang? Sekarang ini banyak orang yang hafal kisah Nabi Yusuf namun yang diingat hanyalah pada bagian bagaimana Nabi Yusuf ’meminta’ jabatan karena dia yakin orang yang amanah. Namun sekarang peristiwa ’permintaan’ jabatan oleh Nabi Yusuf itu dijadikan justifikasi oleh orang – orang yang haus akan jabatan. Sementara kualifikasi dia sangat jauh untuk dapat masuk kriteria sebagai orang yang bisa memegang amanah. Semoga Menteri Keuangan mendatang adalah orang yang baik dan amanah. Amin


Penulis :
Walidi
Pemerhati ekonomi dari amanahsharia
alid101010@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar